Semangat Nuzulul Qur'an

SEMANGAT NUZULUL QUR`AN

Jika kita mengamati kondisi ummat Islam pada saat al-Quran pertama kali diturunkan, melalui momentum nuzulul Quran ini, semua peristiwa di masa lalu itu seolah telah dibangkitkan melalui perenungan. Terdapat kesamaan konteks ketika Al-Qur`an diturunkan pertama kali dengan kondisi terkini yang secara sosial, politik, ekonomi dan agama memang sedang mengalami degradasi dan membutuhkan pemecahannya.
Nuzulul Quran
Untuk itu, ummat Islam sebagai ummat yang terbaik (khaira ummah) mengemban tugas berat yang berkaitan dengan memahami, mengilhami dan melakukan tanggung jawab. Karena memahami dan menafsirkan adalah bentuk yang paling mendasar dari keberadaan manusia dimuka bumi ini. Memahami Al-Qur`an secara utuh yang disertai penguasaan asbabun nuzul-nya, lalu kemudian menafsirkannya dalam konteks kekinian adalah sesuatu yang mutlak diperlukan sepanjang itu tidak menyentuh hal-hal yang bersifat qath`iyah (pasti).

Masa lalu tidaklah usang dan ia menjadi pendahulu masa kini. Maka dari itu, upaya memahami makna Nuzulul Quran pada saat sekarang ini sama sekali tidak menghilangkan makna dan konteks terdahulu, melainkan merangkumnya untuk kemudian diteruskan hingga kini. Ada semacam harapan yang harus terpenuhi dalam menghadapi tantangan global saat ini sebagaimana Rasulullah juga menghadapi tantangan dan ujian yang berat.

Dengan semangat baru, Nuzulul quran menjadi momentum efektif jika Al-Qur`an dijadikan sebagai solusi problem kehidupan yang memberitahukan tuntutan yang harus dilaksanakannya dalam membangkitkan berbagai nilai yang diinginkan dalam penyucian jiwa. Membaca al- Quran sebagai jalan mencari solusi juga menyempurnakan ibadah lainnya. la dapat berfungsi dengan baik jika dalam membacanya disertai dengan adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan mentadabburinya yang akhirnya banyak mendatangkan manfaat berupa petunjuk dari Allah, inspirasi dan basis imajinasi.

Alquran telah diturunkan kepada umat Islam guna menjadi pedoman untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, tugas umat Islam adalah menggali informasi yang tersedia di dalamnya. Jika di masa lalu umat Islam mampu meraih keemasan, dan barat berhasil bangkit karenanya, maka kini umat Islam harus kembali kepada Al-Qur`an. Membacanya, memahaminya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Terlebih  di bulan suci Ramadhan, bulan yng penuh berkah dan bulan yang pada sala satu malamnya diturunkan Al-Qur’an, Sahabat Umar Ra berkata: “Seandainya kita bersih, tentu akan merasa kenyang dari kalam Allah. Sesungguhnya aku amat tidak suka manakala datang sebuah hari sementara aku tidak membaca Al-Qur’an.” Karena itu beliau tidak meninggal dunia sehingga mushafnya sobek karena seringnya dibaca. Dan ketika menjadi imam pada shalat Shubuh beliau sering membaca surat Yusuf yang terdiri dari 111 ayat tertulis dalam 13 halaman, yang berarti satu sepertiga juz,

Hal ini tidak mengherankan karena khalifah kedua Umar bin Khatthab Ra  ketika memimpin shalat Shubuh juga selalu membaca surat-surat yang bilangan ayatnya lebih dari 100 ayat seperti surat Al-Kahfi (11 halaman), surat Maryam (7 halaman) dan surat Thaha (10 halaman).

Begitulah generasi Qur’ani yang sangat mencintai Al-Qur’an. Mereka tidak pernah merayakan peristiwa Nuzulul Qur’an, tetapi pada shalatnya mereka membaca ratusan ayat, Shalat Tarawih di zaman salaf  rata-rata mereka membutuhkan waktu berjam-jam, dan kadang-kadang semalam suntuk, bahkan dalam sejarah disebutkan satu rakaat kadangkala menghabiskan waktu lamanya sampai  40 (empat puluh)  menit. subhanallah. Semoga tulisan ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk berlomba-lomba dalam mencari keridhaan-Nya terutama sekali di bulan yang penuh berkah ini. Amin                



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Semangat Nuzulul Qur'an"

Posting Komentar