Bagaimana Menerima Amanah Untuk Memimpin

         Kehadiran Rasulullah SAW ditengah-tengah kehidupan manusia, sebagai pengemban amanah dari Allah SWT haruslah dijadikan model bagi setiap orang  yang akan diberi tugas mengemban amanah sebagai pemimpin.Kehadiran Rasulullah itu telah melekat padanya unsur kebenaran epistemologik, eksistensisnya sebagai pembawa berita gembirayang bersifat megayomi dan sekaligus melindungi dengan memberikan peringatan.
Amanah Memimpin
            Hal ini merupakan tiga komponen dasar penting yang mengantarkan Rasulullah sukses di dalam pemimpin. Dalam konteks kekinian, sebagai bentuk kebenaran epistemologik,kehadran seorang muslim sebagai pengemban amanah (baca:seorang pemimpin) sejatinya yang dikembangkan adalah membawa subtansi kebenaran, tanpa kebenaran danniat yang benar setiap kebijakan tidak akan selaras dan sebangun untuk diterapkan.
       
Menegakkan kebenaran adalah sangat prinsipil, kebenaran haruslah ditegakkan, Hanya kebenaran yang bermuansa keadilanakan mendatangkan kemaslahatan. Sehingga printah menegakkan kebenaran menjadi urgen.Lakukanlah kebenaran meskipun pahit.Karena dalam kebenaran itu ada nilai asensi kemanusiaan asensi keridhaan Allah.
      
Identifikasi, kehadiran seseorang sebagai pengembaran amanah untuk menegakkan kebenaran haruslah diterima secara benar. Karena sesuatu yang di peroleh secara tidak benar pada gilirannya juga akan sulit untuk menerapkan kebenaran itu sendiri. Seseorang yang hadir ditengah-tengah kehidupan masyarakat untuk membawa perubahan haruslah mempetimbangkandimensi kebenaran itu sendiri.Dalam hal kehadiran Rasulullah sebagai pembawa berita gembira hendaklah diaplikasikan seorang pemimpin bahwa Rasul adalah suri tauladan yang utama.
           
Setiap dimensi kehidupan Rasulullah haruslah menjadi cerminan sikap dan prilaku yang  menginspirasi seseorang dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinan. Jadikalah diri seseorang pemimpin itu memberikan nuansa kesejukan,membawa berita gembira agar kehidupan orang menjadi optimistis serta punya harapan,bukan etos kerja dan menghambat dinamika kehidupan yang seharusnya.
      
Karena prinsip dasar seperti ini akan memunculkan sosok personalitasyang tidak hanyatampil sebagai inspirator juga akan tampil untuk mengayomi,memberikan perlindungan, dengan memberikan peringatan akan bahaya tidak mengerjakan kebaikan dan kebenaran dalam konteks yang lebih luas di dalam berbagai dimensi kehidupan. Tiga filosofi dasar penting ini akan menghantarkan keoada kesuksesan membina umat yang dibutuhkan oleh setiap mereka yang mengemban amanah sebagai pemimpin.
           
Mengacau kepada hal tersebut, adalah bijak ketika seseorang memperhatikan suatu yang subtansial yang dilakukan oleh muadz bin jabal ketika mengemban amanah misi khusus dari rasulullah untuk bertugas ke Yaman. Dikisahkan, bahwa filosofi pengutusan Muadz Jabal setibanya di Yaman melakukan dakwah kebenaran; dalam kenteks ini lakukanlah konsolidasi dengan tokoh pemuka masyarakatsetempat, serumereka kepada jalan yang benar untuk menegakkan nilai-nilai tauhid di dalam dimensi kehidupan. Kalaupun hendak merubah perilaku mereka kepada jalan yang benar lakukunlah secara gradual tidak sporadis.
           
Untuk mengetahui kesiapan mentalitas Muadz di dalam mengambil keputusan ketika menghadapi dinamika suatu persoalan Rasulullah menanyakan bagaimana sikap Muadz bin Jabal, beliau menjawab akan merujuk kepada Al-Quran,jika tidak kamu dapatkan, akanmerujuk kepada hadits dan jika tidak kamu dapatkan maka aku akan berijtihad untuk memutuskan perkara itu. Demikianlah pada gilirannya Muadz berhasil sukses melaksanakan tugas-tagasnya di Yaman.
           
Spirit apa yang dapat diperoleh dari peristiwa tersebut sebenarnya harus dijadikan acuan terpenting bagi seseorang yang menerima amanah tugas khusus kepemimpinan. Dalam kontekshari ini,secara faktual kita menyaksikan proses penggantian pimpinan melalui mekanisme yang telah diatur untuk itu. Setiap orang yang mengemban amanah dengan memperhatikan spirit yang dilakukan Muadz bin Jabal adalah cukup dijadikan panduan untuk mendulang sukses di dalam kepemimpinannya. tentu saja langkah utama yang akan dilakukan seorang untuk melalui memimpin melakukan konsolidasi internal.pada posisi ini Muadz menyerukan kepada kebaikan taat kepada nilai tauhid harus dijadikan substansi proses konsolidasi internal.

Kebijakan Muadh untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadis adalah sebagai simbol sumber utama regulasi yang harus diterapkan.Pengemban amanah d dalam menelorkan kebijakan haruslah mengacu kepada aturan dan ketentuan yang berlaku.Sedangkan dalam konteks Muadz bin Jabal menggunakan ijtihadnya adalah sebagai simbol bahwa diperlukan memerhatikan kondisi sosial-budaya yang ada dengan memperhatikan regulasi yang ada untuk mengambil keputusan yang mendatangkan kemaslahatan. Karena dalam perspektif penalaran sya’i prinsip ini harus digunakan seseorang didalam berijtihad.
       
Seorang orang yang memegang teguh terhadap spirit tersebut tentu saja akan menuai kesuksesan gemilang. Misi yang diemban akan tercapai,lingkungan sosial tumbuh dinamis menuju tatanan komunitas yang ridhai Allah SWT. Sudah saatnya,dalam konteks penataan sosial-kemasyarakatanyang dinamis dan islami merujuk kepada ketauladan yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Oleh karena itu agar menjadi pertimbangan bagi setiap orang yang akan memulai kerja mengemban amanah yang diterimanya senjatinya mempertimbangkan nilai moralitas amanah itu sendiri.
           
Penerimaan amanah yang tidak secara amanah tidak akan melahirkan kepemimpinan yang amanah pula.Untuk menuju kepada pemimpin yang amanah lakukanlah konsolidasi internal dengan mengingatkan untuk mengajak kepada entitas kebenaran,memperhatkan real needmasyarakat,memperhatikan regulasi yang ada serta memberikan keputusan yang bijak berdasarkan kepada regulasi yang ada. Atas dasar ini semua penegakan syariah (baca:menciptakan manusia taat hukum) bukan dijadikan pilihan tetapi adalah sesuatu yang sejatinya diegakkan.Inilah komponen dasar untuk menghantarkan komunitas yang berkeadilan menuju  tatanan sosial yang dinamis sesuai dengn spirit teologis dan spirit zaman yang dilalui oleh masyarakat itu sendiri.

Oleh : Amalia Usman


         


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bagaimana Menerima Amanah Untuk Memimpin"

Posting Komentar