Rahasia Dalam Shalat ( Edukasi Shalat )

Edukasi dalam shalat terdiri atas kata yang mempunyanyi pengertian yang berbeda yaitu edukasi dan shalat. Edukasi adalah pengetahuan atau pendidikan sedangkan shalat terbagi atas dua pengertian baik secara bahasa maupun istilah, secara bahasa shalat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti, do’a. Sedangkan menurut istilah shalat bermakna shalat serangkaian kegiatan ibadah khusus yang dimulai dengan takbiratul ihram dan dengan diakhiri dengan salam.
Rahasia Sholat
Shalat Suatu Potensi yang Terabaikan

Shalat adalah sarana yang paling efektif untuk menyegarkan jasmani dan menenangkan jiwa. Masalahnya, shalat yang dilaksanakan oleh kebanyakan kaum muslimin sebagaimana mestinya. Orang yang sehabis melaksanakan shalat seolah-olah tidak memperoleh apa-apa. Antara sebelum dan sesudah shalat tidak ada bedanya. Bahkan antara orang yang shalat dan yang tidak juga mirip-mirip saja.

Itulah barangkali yang menyebabkan orang tidak lagi tertarik mengkaji manfaat shalat, kecuali sebatas kewajiban yang harus ditunaikan saja. Ini tantangan yang harus kita jawab. Bukan dengan benyak-banyakan argumentasi. Bukan dengan adu konsep dan dalil yang mendetail. Kita perlu bukti. Hanya dengan bukti nyata, baru orang akan melirik kembali potensi shalat yang selama ini dilantarkan ummatnya.

            Soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan diberikan kepada orang yang shalat. Ada jaminan yang pasti bahwa orang yang benar dalam shalatnya bakal memperoleh ketenangan ini.

Allah berfirman:
Terjemahan: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, maka sembahlah aku dan dirikanlah salat untuk mengingat aku.”(Qs. Thaha: 14)
Terjemah: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Qs. Ar-Ra’du: 28)

            Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu bukan sembarang shalat. Sebagaimana ayat di atas, perintah Allah adalah tegakkan, bukan laksanakan.

            Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan, keseriusan, kedisplinan, dan konsentrasi, tingkat tinggi. Jika sekadar melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksanakan. Itulah sebabnya Allah memilih kata perintah “aqim” yang berarti dirikan, tegakkan, luruskan. Kenyataannya tidak demikian, banyak di kaum muslimin yang melaksanakan shalat tapi tidak menegakkannya. Bagi mereka yang penting shalat, kewajiban gugur lepas dari ancaman siksa, dan menunggu pahala, cukup. Andai saja ada sensus tentang pelaksanaan shalat ini, maka dapat dipastikan bahwa bahagian terbesar ummat Islam adalah hanya mendapat predikat, cukup hanya ini yang layak didapatkan.

            Kondisi ini sungguh memprihatikan. Sayang belum banyak pemimpin dan ulama yang menganggab perlu menjelaskannya kepada ummat kajian masalah shalat, yang lebih parah lagi bila mereka berhenti mengkaji hanya pada masalah-masalah khilafiyahnya. Bukan untuk mencari penyelesaian, akan tapi malah memperlebah jarak perbedaan, mempertajam pertentangan, dan merusak kesatuan.

            Kenapa kajian kita terhadap masalah-masalah ibadah, khususnya shalat, tidak kita perlebar dan perdalam hingga menyentuh pokok-pokok pesan dan inti persoalan? Kenapa hanya sebatas kulit, tidak sampai kepada daging dan tulangnya? Dan bila perlu sampai sum-sumnya. Dan demikian juga yang sangat disayangkan pelajaran di sekolah yang menjelaskan tentang shalat tidak lebih dari pengulangan, bukan pedalaman, tapi hanya sebatas pada pelajaran, bukan penghayatan. Falsafah shalat, yang semestinya diberikan ternyata tidak, hingga kaum muslimin menjalankan ibadahnya hanya sebatas sebagai tradisi saja tidak lebih daripada itu.

Jika pelaksanaan shalat sudah semata-mata berdasar tradisi, berarti shalat itu kosong tanpa isi, ibarat tubuh tanpa nyawa ibarat bungkus tanpa isi. Apa artinya shalat demikian? Dalam hal ini Rasulullah menjawab melalui sabdanya: “Berapa banyak orang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capek dan payah saja.” (HR. Ibnu Majah).

            Ada sebuah artikel di http:/ pakdhedullah. Blogspot. Com yang menceritakan tentang pengalamannya dalam shalat, bahkan dulunya dia sering meninggalkan shalat kerena dia sibuk untuk mencari uang siang dan malam bahkan dia membuat sebuah komitmen untuk memacunya SESUAP NASI SEGENGGAM BERLIAN mencari uang kalau hanya sesuap nasi itu gampang akan tetapi segenggam berlian itu yang berat dan harus banting tulang, hasilnya pekerjaanya banyak dan uang setiap saat didapatkan bahkan melimpah ruah, akan tetapi shalat itu pernah, sebanyak apapun harta yang diperoleh selalu ada saja hal-hal yang membuat hartanya setiap saat berkurang, baik itu dicuri ataupun hilang, dia merasa bahwa dia selama ini salah terhadap Allah, karena dia hidup dilingkungan keluarga yang kurang memahami agama, sehingga ia bertekat untuk melaksanakan shalat dan dianya menunaikan ibadah haji, sepulangnya dari haji ia harus memiliki moto hidup sehingga diciptakan suatu moto hidup SHALATKU ADALAH KESEHATANKUN DAN REZEKIKU, shalat membuat hidupnya teratur, seperti terjadwal, dan shadaqah membuat hartanya berkah dan merasa terpenuhi lahir dan batin.

            Dari perihal di atas dapat kita menarik kesimpulan bahwa shalat itu jangan semata suatu kewajiban akan tetapi shalat itu dijadikan sebagai kebutuhan kita yang harus kita persiapkan untuk menghadapi Allah SWT

Tingkatan-tingkatan orang dalam Shalat

            Tingkatan dalam mengerjakan ibadah shalat hampir sama halnya seperti tingkatan dalam mengerjakan ibadahb puasa, adapun tingkatan shalat adalah sebagai berikut:

1. Shalat orang jahil
Shalat orang jahil ialah shalat yang dilakukan oleh orang tidak memiliki edukasi tentang shalat. Dia tidak tahu tentang rukun dan sunat dalam shalat serta shalat tanpa peraturan yang telah ditetapkan syariat. Karena itu sejak awal shalatnya tidak diterima bahkan ia berdo’a tidak belajar tentang ilmu shalat.

2. Shalat orang lalai
Shalat orang lalai ialah shalat yang walaupun sempurna lahirnya tetapi hatinya sama sekali tidak ikut dalam shalat. Bermacam-macam hal diingat sewaktu berdiri, rukuk, sujud, dan duduk dalam shalat itu. Dari awaln hingga akhir shalatnya, sedikitpun tidak ingat Allah. Shalat seperti itu akan dianggab sebagai dosa bukannya mendapat pahala. Allah berfirman dalam surat Al-Maa’un: 4 dan 5 terjemahannya: “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai shalatnya (Al-Maa’un: 4 dan 5).

3. Shalat orang setengah lalai dan setengah khusyu’
Shalat yang ketiga ialah shalat yang didalamnya terjadi tarik-menarik dengan syaitan. Artinya orang itu selalu merasakan bila syaitan mulai membuat dirinya lalai dari mengingat Allah. Begitulah seterusnya hingga akhir shalat. Ada waktu lalai ada waktu khusyuk. Shalat seperti itu tidak berdosa dan tidak juga berpahala tetapi dimaafkan oleh Allah.

4. Shalat orang khusyuk.
Kita sering mengasosiasikan khusyu’ dengan kontemplasi, semedi atau meditasi yang biasa dilakukan dalam praktek ritual agama lain. Kita menjadi lupa menggali bagaimana Al-Qur’an menjelaskan mengenal khusyu’ itu.

Penulis,
IRAWAN


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Rahasia Dalam Shalat ( Edukasi Shalat )"

Posting Komentar